Sebuah
teori mengatakan bahwa apabila terdapat dua orang manusia atau lebih pasti akan
terjadi perbedaan pendapat. Semakin banyak suatu pendirian maka semakin banyak
pula pro dan kontra yang hadir. Sebenarnya apabila kita memperhatikan apa
tujuan seseorang mempertahankan pendiriannya ada dua alasan. Pertama berjuang
agar opini yang dianggapnya benar tetap diakui kedua, bisa saja orang tersebut
merasa malu bila pemikirannya diinjak-injak padahal ia telah sadar kalau apa
yang telah diucapkannya benar-benar salah.
Bermacam-macam
langkah dapat kita lakukan untuk menyampaikan opini kita. Tergantung keinginan
kita apakah hanya ditujukan kepada orang tersebut. Atau mencoba mengajak orang
lain bertukar pikiran. Segala bentuk kritik harus kita cerna terlebih dahulu.
Misalnya kepada siapa kritik itu kita berikan, cara penyampaian, maupun maksud
kita memberikan kritik itu. Sebenarnya itu adalah hal yang sudah lumrah yaitu
memahami situasi sekitar. Jangan sampai niat kita membangun sebuah pendapat
malah dianggap mau menjatuhkan opini itu.
Satu
hal yang dapat kita lakukan untuk membangun sebuah pendapat adalah dengan
memanfaatkan kemampuan jurnalistik. Bagusnya sebagian besar kritik disalurkan
melalui media-media baik cetak maupun elektronik. Tapi, sebelum memanfaatkan
media-media tersebut kita wajib memahami keuntungan dan kerugiannya. Masalah
yang lebih pelik bilamana ada banyak orang yang mengirimkan artikelnya ke suatu
media. Redaksi selalu berusaha menempatkan tulisan yang terbaik disetiap terbitannya.
Sehingga banyak kiriman yang akhirnya terbengkalai di meja redaksi. Dampaknya?
Sangat banyak orang yang sudah berkali-kali karyanya tidak dimuat berpikir
bahwa ia tidak punya bakat menulis.
Problematika
dalam menyampaikan kritik terletak pada tidak adanya keberanian maupun kemauan.
Sayang bagi orang yang tidak punya keberanian bisa saja orang itu merasa
terganggu dengan situasi yang ada tetapi terhalang dengan rasa takut tersebut.
Oleh karena itulah dibutuhkan kecerdasan dalam menyampaikan isi hati.
Jurnalistik bukan satu-satunya jalan tapi dengan jalur ini kemampuan kita lebih
diakui. Cobalah dengan hal-hal kecil seperti menulis kritik terhadap situasi
yang sedang ada, kalau misalnya benar-benar belum bisa mulailah dengan membaca
artikel-artikel bertema opini. Dari kegiatan yang sifatnya pasif
berkembang menjadi kebiasaan yang produktif. Contoh dari artikel bertema opini
adalah tajuk rencana dan surat
pembaca. Bahasa yang digunakan oleh penulis-penulis tersebut berbeda dengan
pandapat-pendapat yang dikemukakan secara langsung lewat mulut. Butuh
bahasa-bahasa khusus yang santun, halus tapi masuk ke dalam inti bacaan.
Untungnya
lembaga pendidikan dewasa ini ikut serta dalam membekali kemampuan jurnalistik
siswa-siswinya. Bentukya berupa ekstrakulikuler, seminar, sampai studi banding
ke orang-orang yang memang sudah mahir. Jurnalistik sebenarnya merupakan cabang
dari pembahasan materi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia . Jadi bukan masalah
apabila sekolah juga mendukung adanya kegiatan berupa pelatihan jurnalistik.
Apapun yang dilakukan oleh seorang anak sekolah dalam bentuk manapun jenisnya
tetap satu yaitu belajar. Belajar jurnalistik berarti melakukan sesuatu yang
manfaatnya lebih dari satu. Pertama memenuhi nilai kognitif selama kegiatan belajar
mengajar dikelas lalu menambah wawasan dalam hal ilmu pengetahuan di luar jam
sekolah. (Prima SMAT-KN)