Oreo

Oreo
Siapa yang ngga suka Oreo?

Selasa, 19 Februari 2013

Kritik Dalam Jurnalistik

               Sebuah teori mengatakan bahwa apabila terdapat dua orang manusia atau lebih pasti akan terjadi perbedaan pendapat. Semakin banyak suatu pendirian maka semakin banyak pula pro dan kontra yang hadir. Sebenarnya apabila kita memperhatikan apa tujuan seseorang mempertahankan pendiriannya ada dua alasan. Pertama berjuang agar opini yang dianggapnya benar tetap diakui kedua, bisa saja orang tersebut merasa malu bila pemikirannya diinjak-injak padahal ia telah sadar kalau apa yang telah diucapkannya benar-benar salah.

           Bermacam-macam langkah dapat kita lakukan untuk menyampaikan opini kita. Tergantung keinginan kita apakah hanya ditujukan kepada orang tersebut. Atau mencoba mengajak orang lain bertukar pikiran. Segala bentuk kritik harus kita cerna terlebih dahulu. Misalnya kepada siapa kritik itu kita berikan, cara penyampaian, maupun maksud kita memberikan kritik itu. Sebenarnya itu adalah hal yang sudah lumrah yaitu memahami situasi sekitar. Jangan sampai niat kita membangun sebuah pendapat malah dianggap mau menjatuhkan opini itu.

            Satu hal yang dapat kita lakukan untuk membangun sebuah pendapat adalah dengan memanfaatkan kemampuan jurnalistik. Bagusnya sebagian besar kritik disalurkan melalui media-media baik cetak maupun elektronik. Tapi, sebelum memanfaatkan media-media tersebut kita wajib memahami keuntungan dan kerugiannya. Masalah yang lebih pelik bilamana ada banyak orang yang mengirimkan artikelnya ke suatu media. Redaksi selalu berusaha menempatkan tulisan yang terbaik disetiap terbitannya. Sehingga banyak kiriman yang akhirnya terbengkalai di meja redaksi. Dampaknya? Sangat banyak orang yang sudah berkali-kali karyanya tidak dimuat berpikir bahwa ia tidak punya bakat menulis.

            Problematika dalam menyampaikan kritik terletak pada tidak adanya keberanian maupun kemauan. Sayang bagi orang yang tidak punya keberanian bisa saja orang itu merasa terganggu dengan situasi yang ada tetapi terhalang dengan rasa takut tersebut. Oleh karena itulah dibutuhkan kecerdasan dalam menyampaikan isi hati. Jurnalistik bukan satu-satunya jalan tapi dengan jalur ini kemampuan kita lebih diakui. Cobalah dengan hal-hal kecil seperti menulis kritik terhadap situasi yang sedang ada, kalau misalnya benar-benar belum bisa mulailah dengan membaca artikel-artikel bertema opini. Dari kegiatan yang sifatnya pasif berkembang menjadi kebiasaan yang produktif. Contoh dari artikel bertema opini adalah tajuk rencana dan surat pembaca. Bahasa yang digunakan oleh penulis-penulis tersebut berbeda dengan pandapat-pendapat yang dikemukakan secara langsung lewat mulut. Butuh bahasa-bahasa khusus yang santun, halus tapi masuk ke dalam inti bacaan.

            Untungnya lembaga pendidikan dewasa ini ikut serta dalam membekali kemampuan jurnalistik siswa-siswinya. Bentukya berupa ekstrakulikuler, seminar, sampai studi banding ke orang-orang yang memang sudah mahir. Jurnalistik sebenarnya merupakan cabang dari pembahasan materi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jadi bukan masalah apabila sekolah juga mendukung adanya kegiatan berupa pelatihan jurnalistik. Apapun yang dilakukan oleh seorang anak sekolah dalam bentuk manapun jenisnya tetap satu yaitu belajar. Belajar jurnalistik berarti melakukan sesuatu yang manfaatnya lebih dari satu. Pertama memenuhi nilai kognitif selama kegiatan belajar mengajar dikelas lalu menambah wawasan dalam hal ilmu pengetahuan di luar jam sekolah. (Prima SMAT-KN)